Apa Kau Pura-pura tidak Tahu, Lelaki?

Bukan aku tidak mencintaimu. 
Kalo saja kau bongkar perasaan, 
akan terpampang kejujuran cintaku melekat di situ. 


Nyatanya tidak. Kau biarkan aku berteman keraguan. Sesungguh-sungguhnya, aku menunggu.

Namun, seakan kamu tidak tahu. Atau, pura-pura tidak tahu? 
Lalu, kenapa kau menghilang begitu saja dari realitas nisbi ini?

Apa kau tak mengamati konsentrasiku, saat-saat kau mendatangiku? Aku sangat khusuk pada tiap-tiap kedatanganmu. Terkadang, bayang-bayang kedatanganmu masih membenam di benak kala kau tak datang-datang sekali lagi. Dan nyatanya untuk kesekian kali, kau tak pernah datang lagi. Setidaknya, sekali lagi.

Ah, kadang seakan mendengar suaramu memanggil namaku, kemudian aku keluar menemuimu. Ah, semua itu membuatku galau. Galau. Dan, GALAU. Bah, kenapa pula kau, tak paham-paham akan wanita?

Kenapa lelaki pandainya Cuma bicara? Dan, mereka selalu terpaku pada jaminan bahasa ungkapan? Bukan rasa khusuk dari dalam? Pada mata, sikap, dan suara? Semuanya itu merupakan jawaban. Jawaban paling sempurna. Sempurna. Aku tak mungkin blak-blakan mengeluarkan bahasa vulgar. Kata-kata. Sungguh, batin itulah semua, keseluruhan jawaban tersimpan. Ditemukan.

Huh, kau memang pandai bicara. Bersilat lidah. Lihat mataku, caraku, menatapmu, menghadapimu, mereaksimu. Apa cinta sekedar penampakan lahir? Bukan sekaligus, batiniah? Hingga jawaban lahirku yang tertutup tak kau cerna? Namun jawaban lubuk terdalam ini justru terarabaikan?

Bah, kau memang tidak becus mencintaiku. Sekali lagi, kubilang; tidak becus. Nih, kutulis lebih tebal lagi, sangat tidak becus! Apa perlu aku berteriak keras-keras, hingga kau mengerti isi hati? Mengapa aku yang harus jadi maskulin? Dan mengapa sefeminim itu? Mestinya kau, yang jujur padaku. Dan bilang kata-kata ini,”aku mencintaimu!”

Sungguh, kapan kau akan mengatakan itu?[] 2005

Komentar