Aku masih berdiri di depan pintu itu.
Entah pintu ini terbuat dari
apa. Membukanya dengan kunci apapun. Gagal.
Aku pernah membenturkannya
dengan batu, besi, bahkan peluru. Tidak mempan. Terbuat dari apa kau,
pintu? Terakhir, tiba-tiba seluruh tubuhku luka.“Karena kaulah,
pintu itu.” Apa? Akulah pintu ini? Pintu itu? Sahutku menyahut sesuara
yang terdengar. Tidak bersuara, namun nyaring seperti desing peluit.
“Kau bisa membukanya, kapan saja.”
“Tidak bisa. Berbagai kunci gagal membukanya,” sahutku. “bahkan, batu, besi dan tusukan peluru luruh menjadi angin lalu.”
“Mengapa kau membuka pintu yang sudah terbuka?” Aku ternganga. Bagaimana mungkin?
“Kau
tak perlu membuka pintu. Karena pintu sudah terbuka. Kau tak perlu
membawa kunci. Karena kunci itu adalah dirimu. Tidak perlu menikamnya
dengan batu, besi, juga peluru. Karena sama saja melukai tubuhmu
sendiri.” Inilah petuah aneh. Datang dari suara yang bising. Aku tak menemukan makna penting di sana. Apalagi di situ.
“Karena
kau selalu menganggap orang lain punya pintu. Punya kunci. Dan tidak
perlu batu, besi, maupun peluru. Karena kau selalu menginginkan pintu
dan kunci adalah milik orang lain. Sementara kau melupakan, kunci dan
pintu juga milikmu. Dan kau selalu tak tertarik menyaksikan milikmu
sendiri. Kau selalu tertarik pada apa yang kau saksikan pada orang lain.
Seolah-olah, hanya merekalah yuang berhak menjadi kunci dan pintu. Dan
kau, selalu membuang keakuan yang kau punya.”
“Siapa kau? Malaikat atau iblis?”
“Hatimu!”
Hatiku?
Semenjak kata-kata itu terdengar, aku tak lagi ingin berbicara. Semua.
Segala sesuatu, tiba-tiba seperti gantungan kunci, dan pintu yang
terbuka. Dan aku adalah makhluk yang termangu di depan pintu yang
mencari-cari kunci.
Kadang-kadang, jika waktu mulai membosankan, aku
membawa palu. Dan palu itu pun menghantam pintu. Sesekali waktu, aku
mendengar raungan di situ. Raungan yang menyerupai puisi-puisi yang
becek oleh lumpur. Sangat kotor dan buruk.
Menjijikkan kurasa.
Orang-orang memungutnya, dan melelangnya dengan harga di atas rata-rata
kantong orang-orang biasa. Mungkin, ada kunci dan pintuku yang terbuang
di sana. 20 Januari 2009
Komentar
Posting Komentar